09 April 2008

Gardu FM

Dalam sebuah MP4 yang sering dipakai anak-anak muda itu, selain fasilitas musik juga ternyata ada media untuk merekam, recorder namanya, dan ini tidak aneh, kecuali bagi yang gaptek macam saya ini. Di sini, di alat rekam ini kita bisa dan boleh banyak omong. Ngomong apa saja, bebas. Macam para penyiar radio itu, maka saya dan beberapa kawan yang pengangguran itu suatu hari bikin acara rekaman, meniru-niru acara di radio, dan saya sama si Joni jadi penyiarnya, sementara yang lain hanya jadi crew dan operator saja. Asyik juga ternyata banyak omong itu. Ngelantur kemana-mana dan yang terpenting adalah tidak ada yang melarang. Alangkah enaknya banyak bicara, apalagi kalau tidak ada yang mencela. ”Radio” tempat kami rekaman itu bernama ’Gardu FM’, kenapa namanya begitu?, biar berasa merakyat kata si Joni. Merakyat bagaimana?, rakyat yang suka ngelantur mungkin, mirip para pemimpinnya juga mungkin. Lama-lama tulisan saya ini mirip Departemen Kemungkinan, tapi biarin, yang penting menulis terus.

Berbicara, mengungkapkan segala hal yang menumpuk di semesta diri adalah salah satu jalan. Jalan menuju kesenangan, jalan menuju kebebasan, makanya timbul undang-undang yang melindungi itu, pasal berapa saya sudah tidak ingat, penataran P4 bolos dua hari dari total tiga hari pelaksanaan, makanya begitu. Rata-rata orang yang berbicara itu adalah ingin didengar, itu data dari Departemen Kemungkinan. Makanya suka dicari yang namanya ’pendengar yang baik’, padahal mendengarkan itu tidak seenak berbicara, apalagi kalau yang dibicarakannya adalah tentang patah hati, seolah-olah hati itu mirip jembatan yang terbuat dari kayu, sehingga bisa patah-patah. Tapi begitulah manusia, semuanya ingin didengar, diperhatikan, disayangi, dilindungi dan dimengerti macam pelajaran fisika yang pusing itu.

Berbicara adakalanya dua arah, maka terjadilah dialog. Kalau tidak ada kecocokan maka akan terjadi debat, saling mempertahankan pendapat. Lalu kemudian terjadi monolog, nggeremeng, berbicara sendiri dan ini lebih menentramkan.

Ternyata tidak selamanya omongan kita itu bakal didengarkan orang lain. Kita tidak selamanya akan diperhatikan dan dimengerti oleh orang lain, karena orang lain pun punya harapan yang sama seperti kita, juga punya kepentingan yang sama, maka ketika dua kepentingan bertemu terjadilah gernaha, dan itu membuat suasana menjadi gelap. Oleh karena itu daripada gelap dan tidak jelas, lebih baik jangan mendengar saja, tidak usah memperhatikan saja, tidak usah mencoba mengerti saja, dan ini adalah laku para pemimpin kita itu. Aduh, kenapa saya menyebut para pemimpin itu terus?.

Ketika semua omongan, aspirasi, keinginan dan harapan tidak ada yang merespon, maka berbicara sendiri adalah jalan terbaik. Bermonolog terkadang menjadi aktivitas membebaskan. Itulah yang kami lakukan di ’Gardu FM’. [ ]

Uwa
April ’08

(Diposting tanpa persetujuan siapa-siapa,
karena saya bukan siapa-siapa, kamu siapa?, kenapa kesini?)

No comments: